Fokus Grup Descussion Satlantas Blora dengan akademisi, Forum Pemerhati Lalu Lintas Dan Tokoh Masyarakat Di lantai 2 Aula Gedung Samsat Blora |
Blora,- Reaksi Pro dan Kontra akan adanya rencana revisi terhadap Undang–Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang meminta agar
sepeda motor masuk sebagai transportasi umum mulai muncul di masyarakat Blora. Dalam
hal ini Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Blora gelar Fokus Grup Descussion
(FGD) dengan akademisi dan Forum Pemerhati Lalu Lintas di lantai 2 aula gedung
Samsat Blora. Kamis (12/04/2018) pagi.
Kita ketahui bahwa masyarakat
kini dimudahkan dalam angkutan berbasis online. Seperti grab car, go car sudah
menjadi salah satu primadona bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan jarak
pendek maupun jarak jauh. Harga yang lebih murah dan kemudahan dalam penggunaan
konsumen sangatlah efektif pada kalangan masyarakat. Keberadaan angkutan online
menjadi favorite masyarakat yang mempunyai dampak positif bagi keseharian
mereka.
Penolakan atas revisi tersebut
juga bukan tanpa alasan, tak sedikit dari para mahasiswa yang mengatakan jika
tetap akan dilaksanakan revisi, dikhawatirkan bisa menimbulkan kerisauan dan
permasalahan baru.
"Menurut saya, pada
hakikatnya sepeda motor itu kan hanya digunakan sebagai alat transportasi
manusia dan perorangan, bukan untuk angkutan barang apalagi angkutan
umum," ujar salah satu mahasiswa peserta FGD.
Mensikapi persoalan tersebut,
Kepala Bidang Angkutan Jalan dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah,
Ginaryo, ATD, MM, menyatakan, terkait dengan revisi tersebut sebenarnya tidak
hanya untuk mensikapi fenomena persoalan ojek online sebagai alat sarana
angkutan umum.
"Memang dari pemerintah
pusat sampai dengan saat ini belum ada aturan atau kepastian hukum tentang
larangan sepeda motor sebagai sarana transportasi umum. Jadi untuk sepeda
motor, baru dikatakan sebagai angkutan alternatif saja, sehingga pengaturannya
tidak bisa dikatakan secara eksplisit oleh UU," katanya.
Kendati demikian, pihaknya
mewakili pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama dengan seluruh pihak
pemerintah yang berada di daerah, sedang mencoba mencarikan bentuk-bentuk formulasi
yang tepat untuk mengatur tentang pengaturan ini.
"Sekarang kita lihat,
keberadaan para ojek online ataupun ojek pangkalan tersebut tidak dipungkiri
keberadaannya saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum," ungkapnya.
Lanjut kata dia, terlepas dari
persoalan tersebut, pihaknya mengapresiasi atas kegiatan FGD yang dilaksanakan
oleh pihak Polres Blora, karena dengan diadakannya FGD tersebut, bisa menjadi
awal dari sebuah embrio atau formula untuk menerapkan aturan ataupun regulasi
di tiap-tiap daerah.
"Karena belum ada kepastian
hukum mengenai ojek online ini, bisa saja formulanya berawal dari peraturan
Bupati atau Walikota di masing-masing daerah yang menentukan," ujarnya.
Sementara itu Kapolres Blora AKBP
Saptono, SIK, MH, mengatakan, FGD ini dilakukan untuk memperoleh masukan
berkaitan dengan adanya revisi UU lalu lintas ini.
"Kami berharap dengan adanya
FGD ini digelar, permasalahan yang ada dimasyarakat dapat di petakan sehingga
akan diperoleh solusi ataupun pemecahan masalah yang terbaik,” tandas Kapolres.
AKBP Saptono kembali menambahkan,
dari FGD yang dilaksanakan, bisa diperoleh hasil sesuai dengan analisa
permasalahan secara bersama-sama khususnya berkaitan dengan angkutan online
roda dua yang ada di wilayah Blora, untuk saat ini sepertinya belum memerlukan
adanya revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
“Dari analisa permasalahan
berkaitan dengan angkutan online roda dua tidak memerlukan adanya revisi atas
Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Karena adanya UU dan Permen Nomor 108 Tahun 2017 dirasa masih relevan untuk
mengatasi permasalahan transportasi online yang berkembang saat ini.,” pungkasnya.
(her.pur)
0 comments:
Post a Comment