H. Moh Arwani Thomafi Di Ponpes Al I'anah Cepu, Kabupaten Blora |
Blora,- Melihat
Akhir-akhir ini banyak kasus dalam penggunaan media sosial seperti posting
berita yang tidak benar (hoax) atau berisi ujaran kebencian dan juga kicauan
yang mengarah pada SARA, maka Ketua Fraksi PPP MPR RI H. Moh. Arwani Thomafi menganjurkan kepada
pengguna media sosial untuk lebih berhati-hati. Telah banyak contoh kicauan
atau ujaran yang kelewatan sehingga mengakibatkan masalah baik antar individu,
individu dengan kelompok bahkan dengan pemerintah atau penguasa. Semua itu
dikarenakan tidak adanya batasan atau aturan yang jelas dalam penggunaan media
sosial. Untuk itu Arwani Thomafi menghimbau kepada masyarakat atau netizen agar
lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan sosial media.
Hal itu disampaikan Arwani Thomafi dalam acara
Optimalisasi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Ponpes Al I'anah Kelurahan Cepu
Kecamatan Cepu Kabupatn Blora pada 27 November 2017. Dalam acara yang dihadiri
oleh ulama dan sekitar 200 santri yang memenuhi lokasi, Arwani Thomafi juga
mengatakan bahwa teror yang akhir-akhir ini marak terjadi harus dilawan dengan
saling bergandengan tangan antar pemangku kepentingan agar tidak menimbulkan
lebih banyak korban. Selain itu, Arwani
menghimbau ormas-ormas keagamaan di tanah air melakukan komunikasi intensif
dengan kelompok sipil berbasis keagamaan di negara-negara Islam untuk
menguatkan penyebaran paham keagamaan yang moderat. Dia juga mendorong dialog
antar agama untuk meminimalisir gerakan teror yang dibalut dengan isu agama.
Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan
sebagai upaya untuk tegaknya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagaimana ditegaskan
dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu “Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
Begitu juga berdasarkan penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Hal ini tentunya sejalan dengan
Pancasila yang merupakan dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). “Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila
tidak berlaku,” Ungkap Arwani Thomafi.
Dengan demikian, penetapan Pancasila sebagai dasar
falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara. Hal ini
berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi sumber tertib negara dan sumber
tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang
kehidupan. Jelaslah hal ini membawa konsekuensi bahwa negara termasuk di
dalamnya lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan apapun
harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Karena itu, setiap tindakan harus berdasarkan hukum
yang bermoral Pancasila, sehingga konsekuensinya hukum harus menjadi panglima
demi terciptanya masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan dan hak yang
sama di hadapan hukum. Supremasi hukum harus ditegakkan sebagai otoritas
tertinggi, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan untuk
semua orang, di mana keadilan tidak memihak pada kepentingan, tetapi keadilan
yang benar-benar sesuai dengan hati nurani dan rasa keadilan itu sendiri.
Namun pada kenyataannya, hukum di Indonesia yang
bisa kita lihat saat ini merupakan hukum yang karut-marut, karena begitu
banyaknya kejadian di sekitar kita ditambah lagi pemberitaan mengenai tindak
pidana di media baik elektronik maupun cetak yang menodai rasa keadilan. Untuk
itu Arwani menghimbau agar UUD harus dijadikan sebagai panglima dalam penegakan
hukum, agar tercipta keadilan hukum yang substantif.
“Pesantren sebagai miniatur negara yang berbhinneka
harus bisa menjadi teladan dalam menciptakan kerukunan dan persatuan,” pungkas
Arwani Thomafi seraya memberi semangat
kepada para santri. (adi sanrico)