Calon Tunggal Meningkat |
Pengamat politik ‘jadi - jadian’ pun juga ikut bermunculan yang seolah - olah menguasai trik-trik untuk memenangkan perhelatan politik dalam pilkada.
Ketua DPD Partai Golkar Blora, Siswanto, SPd. MH. mengatakan sudah hal yang biasa tingginya tensi politik jelang Pilkada.
“Bukan hanya di Blora, hampir seluruh daerah yang menyelenggarakan Pilkada dinamika politiknya pasti tinggi. Semua orang dan dimana tempat semuanya bahas politik,” kata Siswanto.
Menurutnya, gejala gesek menggesek antara elit politik sudah mulai nampak dan muncul. Dampaknya, bagian-bagian dan elemen-elemen masyarakat juga merasakan akibatnya.
Menurut Siswanto, kondusifitas wilayah itu yang penting. Dengan demikian, Golkar Blora tetap inginkan calon tunggal saja di Pilkada Blora 2020.
”Ya kita inginkan calon tunggal saja, untuk nama calonnya harus disetujui oleh 10 Parpol yang ada,” terang Siswanto, Kamis (06/02/2020).
Menurutnya, untuk siapa calon tunggal yang dimunculkan nantinya harus melalui kesepakatan bersama 10 parpol yang ada. PDIP, PKB, PPP, Hanura, Perindo, Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, Nasdem.
”Calonnya bisa kader PDIP atau parpol lainnya. Bahkan bisa juga calonnya dari birokrasi,” ujar Siswanto yang salah satu Wakil Ketua DPRD Blora itu.
Sebagaimana diberitakan, Golkar Blora secara blak-blakan menyatakan menginisiasi calon tunggal di Pilkada yang hari H pemungutan suara tanggal 23 September 2020 mendatang itu.
”Golkar memang menginisiasi calon tunggal di Pilkada Blora 2020 mendatang,” tandas Ketua DPD Partai Golkar Blora, Siswanto, Selasa (28/01/2020) lalu.
Menurutnya, calon tunggal secara regulasi dibolehkan, sehingga sangat memungk
inkan di Pilkada 2020 nanti calon hanya satu pasang sementara lawannya bumbung kosong.
”Secara regulasi dibolehkan dan memungkinkan, di Pilkada 2020 lawannya bumbung kosong. Secara yuridis formal dan aturan Pilkada boleh, nantinya yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen menang,” tandas Siswanto.
Dikemukakan Siswanto, kebutuhan Pilkada itu besar, baik mulai sosialisasi, menjelang coblosan, publikasi dan lainnya. Kalau dalam perhitungannya calon Bupati minimal butuh biaya sekitar Rp 25 Milliar.
Sementara itu jika nantinya calon tunggal, cukup sosialisasi sehingga tidak perlu banyak uang yang dikeluarkan. Dampak positifnya setelah jadi seorang Bupati tidak akan ngoyo berfikir untuk mencari pengembalian imbuh Siswanto.
”Calon jadi akan berpikir lebih jernih dalam pembangunan. Untuk itu saya menyarankan calon tunggal, sehingga Pilkada Blora nantinya murah dan tetap berkualitas,” papar Siswanto yang di beberapa kali survey kandidat calon bupati dan wakil bupati Blora versi medsos rangkingnya cukup tinggi itu.
Beda dengan Siswanto, politisi dari Partai Hanura, Warsit mengatakan, wacana calon tunggal di Pilkada Blora 2020 tidak mungkin terjadi.
"Saya yakin, Pilkada Blora tidak mungkin hanya calon tunggal, itu hanya wacana perorangan saja," ungkap Warsit.
Lebih lanjut Warsit menjelaskan, Partai Hanura belum membahas hal tersebut.
"Kalau sudah ada yang menerima sesuatu, itu ulah oknum, bukan atas nama Partai," tandasnya kepada awak media.
"Saat Rapimda saya menjadi pembicara telah menyampaikan bahwa keputusan itu menjadi kewenangan Provinsi atau DPD," terang Warsit.
Kemarin, lanjut Warsit, saya sudah bertemu dengan Sekretaris DPD Hanura Jawa tengah juga menyampaikan belum ada keputusan. Jadi tidak benar Partai Hanura ikut gabung dalam calon tunggal," tandasnya.
Perlu diketahui, untuk mendapatkan dukungan Partai Hanura dalam Pilkada Blora bersama daerah Kabupaten/Kota lain yang sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, harus diputuskan oleh DPD Partai Hanura.
Berdasarkan penilaian dari DPC Partai Hanura, sementara untuk Pilkada Provinsi ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat atau DPP. (ADY/RED)
0 comments:
Post a Comment