𝗕𝗟𝗢𝗥𝗔 — Seni bukan sekadar perkara keindahan, melainkan cermin jiwa dan perjalanan hidup sang seniman. Ungkapan itu tergambar jelas dalam karya-karya Agus Priyadi (64), atau yang akrab disapa Dedy, perupa patung kelahiran 1961 asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Sejak 1997, Dedy menekuni dunia seni patung dengan sepenuh hati, konsistensinya melahirkan ribuan karya yang kini tersebar diberbagai daerah, bahkan menembus pasar internasional. Setiap karyanya hadir dalam beragam ukuran dengan detail menakjubkan.
Beberapa karya monumental antara lain patung kuda setinggi 2,5 meter dengan lebar 1,5 meter, serta patung harimau berukuran 4 meter. Karya lain yang tak kalah istimewa adalah patung Kwantong setinggi 2,5 meter dengan lebar 180 cm, yang pernah terjual di Jakarta dengan nilai fantastis, mencapai Rp700 juta hingga Rp 1 miliar.
Dedy juga pernah membuat patung Kwantong setinggi 2 meter, sebagai bukti konsistensi dan kualitas seni pahatnya.
Sang seniman, Agus Priyadi mengatakan bahwa seni bukan sekadar profesi, melainkan jalan hidup. Dedy meyakini bahwa 80 persen keberhasilan sebuah karya terletak pada detail, proses pengamplasan, serta kesabaran dalam pengerjaan. Lebih jauh, Dedy selalu menyertakan unsur spiritual dalam setiap karyanya, mulai dari doa, ritual bancaan, hingga penjiwaan penuh.
“Kerjakan dengan hati, penuh penjiwaan, jangan asal-asalan. Seni adalah doa, seni adalah jalan hidup,” ucap Agus Priyadi di Blora, Minggu, 5 Oktober 2025.
Selain menekankan proses kreatif, lanjut Agus Priyadi, juga menitipkan pesan kuat kepada generasi muda agar menjaga keseimbangan dengan alam. Menurut Agus Priyadi, keserakahan hanya akan merusak tatanan kehidupan.
“Jangan sampai merusak alam. Kita hidup dari alam semesta, dari bumi yang kita pijak. Jangan serakah,” tegas Agus Priyadi.
Tak hanya dikenal sebagai pematung, Agus Priyadi yang punya nama panggilan
Dedy juga seorang pelukis. Namun, ekspresi seninya lebih banyak ia tuangkan melalui pahatan. Ia percaya setiap orang memiliki gaya masing-masing, dan patung adalah jalur utama perjalanannya.
Sebagai kakak kandung Menteri Imigrasi dan Perlindungan Aparatur Sipil Negara (Imipas) Agus Andrianto, Dedy tetap memegang filosofi hidup sederhana.
Agus Priyadi mengibaratkan hidup seperti laba-laba dan orong-orong, makhluk kecil yang tetap mampu bertahan dengan segala keterbatasan.
“Dulu, dengan gaji sebulan harus bisa cukup untuk tiga puluh hari. Dari situlah saya belajar membangun jaringan dengan kolektor, seniman, pecinta barang antik, komunitas jeep, bonsai, hingga dunia jual beli dan tukar tambah. Orang hidup harus bisa menghadapi berbagai situasi, baik di dalam tanah maupun di luar. Jangan menyerah, jalani sesuai nurani, dan jangan sampai mengecewakan orang lain,” ungkap Agus Priyadi.
Hasil karya Agus Priyadi, tak hanya dikenal di dalam negeri. Melalui tangan para kolektor dan pembeli, patung-patung karyanya telah menembus pasar internasional hingga ke Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Selandia Baru, Belgia, dan Austria.
Lewat ribuan karya yang telah ia hasilkan, Dedy ingin meninggalkan warisan nilai, bahwa seni bukan hanya untuk dinikmati secara visual, melainkan juga sarana edukasi, spiritualitas, dan perenungan tentang pentingnya hidup selaras dengan alam serta mengerjakan segala sesuatu dengan sepenuh hati.
"Saat ini, fokus mengerjakan dua patung kuda dengan ukuran tinggi 2,5 meter dan lebar 1,5 meter. Proses pengerjaan sudah mencapai sekitar 80 persen," ujar Agus Priyadi. (AgusP/Redaksi)
0 comments:
Post a Comment